Pemerintah lewat Pertamina kembali berencana mengimpor minyak mentah dari Amerika Serikat untuk periode Februari hingga Juni 2020. Pengiriman ini akan dibagi menjadi dua kargo dengan masing-masing kargo bermuatan minyak sejumlah 950 ribu barrel. Jumlah ini meningkat dari periode yang sama di tahun 2019 yang hanya berjumlah 650 ribu barrel untuk tiap kargo. Senior Vice President (SVP) Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina Hasto Wibowo mengatakan bahwa peningkatan impor minyak mentah dari AS tahun depan lantaran adanya pemeliharaan kilang atau turn around (TA). Minyak dari AS nantinya juga akan dipasok untuk memenuhi kebutuhan minyak kilang Cilacap.
Meski waktu pengiriman dari AS memang memakan waktu lama, yakni 45 hari, sementara dari beberapa wilayah lain seperti dari Afrika lebih singkat yang hanya 25 hari dan dari Timur Tengah 15 hari, namun harga yang ditawarkan AS dinilai lebih ekonomis sehingga bisa menutup harga pengiriman. Harga ini disinyalir merupakan dampak positif dari melimpahnya pasokan minyak dari negeri Paman Sam tersebut.
Impor yang terus melonjak memang cukup memprihatinkan mengingat Indonesia pernah menjadi produsen dan eksportir minyak di dunia. Dikutip dari Data BP World Statistic pada 2012 mencatat kalau produksi minyak bumi Indonesia pernah mencapai 1,65 juta barel per hari pada 1977. Capaian itu, membuat Indonesia masuk dalam jajaran 11 negara produsen minyak terbesar di dunia. Dari segi pendapatan negara, industri migas nasional kala itu juga memberikan sumbangan yang besar terhadap penerimaan negara. Hasil riset Reforminer Institute menyatakan, pada medio 1970-1990 sektor migas memberikan sumbangan 62,88 persen terhadap penerimaan negara. Nilai ekspor migas Indonesia pun mencapai 20,66 miliar dollar AS. Namun, kini Indonesia harus mengimpor minyak bumi untuk menyokong kebutuhan energi.
Beberapa opsi dapat ditempuh oleh pemerintah untuk mengendalikan impor minyak, seperti implementasi program B30 atau penambahan kapasitas kilang minyak di dalam negeri.
Terkait program B30, Reforminer Institute menilai program tersebut tidak bisa dijadikan andalan satu-satunya dalam menahan laju impor. Ini mengingat 70% kebutuhan BBM di Indonesia berupa bahan bakar di luar solar atau gasoline. Untuk diketahui, selain minyak mentah, perseroan juga mengimpor beberapa produk dengan total rata-rata volume pengiriman per bulan mencapai 11 juta barel. Beberapa produk tersebut adalah produk gasoline seperti Premium dan Pertamax Series. Opsi kedua dinilai lebih berdampak luas karena jika programkilang Pemerintah berjalan, maka Pemerintah hanya perlu mengimpor minyak mentah saja. Selain itu, Pertamina dapat menambah produksinya menjadi 1 juta barrel per hari, yang diharapkan dapat menekan pengaruh impor kebutuhan energi nasional.
Sumber :
https://industri.kontan.co.id/news/opec-pangkas-produksi-nilai-impor-minyak-indonesia-bisa-meningkat