Tren harga minyak melemah dalam empat pekan berturut-turut karena meningkatnya kekhawatiran pelemahan ekonomi akibat penyebaran virus corona. Harga minyak WTI pada 4 Februari 2020 bahkan menyentuh level USD 51.56 per barrel, harga terendah dari hampir 2 tahun terakhir. Harga tersebut hanya kalah dari harga minyak pada tanggal 28 Desember 2018 yang menyentuh level USD 45.33 per barrel.
Hingga Sabtu, 1 Februari 2020, 259 orang dinyatakan tewas karena virus corona. Virus tersebut juga menginfeksi hampir 12 ribu orang atau melebihi orang yang terinfeksi SARS sebanyak 8.098 orang. Goldman Sachs memprediksi wabah itu akan mengurangi 0,4 poin pertumbuhan ekonomi China pada 2020. Tak hanya China, dampak virus corona juga dapat mengerek turun pertumbuhan ekonomi AS. Pasalnya, virus corona mengakibatkan gangguan dalam rantai pasokan dan membatasi perjalanan yang biasa terjadi di dalam negeri dari suatu daerah ke daerah lain, serta dari luar negeri menuju China.
Pemerintah China sendiri telah melarang jutaan warganya melakukan perjalanan lintas negara dan memperpanjang libur Tahun Baru Imlek. Penerbangan pun telah dibatalkan dan pihak otoritas di seluruh dunia berusaha menahan penyebaran virus. Normalnya, selama liburan Tahun Baru Imlek, permintaan bensin dan bahan bakar jet meningkat seiring dengan melonjaknya perjalanan jutaan warga China pulang ke kampung halaman mereka, sedangkan konsumsi minyak gas turun ketika aktivitas industri melambat.
Penurunan ini mungkin merupakan guncangan permintaan terbesar yang dialami pasar minyak sejak krisis keuangan global tahun 2008 hingga 2009. Efeknya mulai menjalar di seluruh dunia, karena sejumlah kilang China memperlambat atau bahkan menghentikan operasinya dan muatan minyak Afrika Barat dijual kembali.
Analis memprediksi virus yang berasal dari Wuhan, China ini berpotensi mengurangi permintaan minyak China lebih dari 250 ribu barel per hari (bph) pada kuartal pertama 2020. Bahkan analis lain dari Capital Economics dalam sebuat catatan mengatakan jika virus corona memiliki efek yang sebanding dengan SARS, itu dapat mengurangi permintaan minyak China sekitar 400.000 barel per hari.
Kekhawatiran pasar begitu nampak, sehingga satu-satunya pihak yang dapat menstabilkan harga minyak, yaitu OPEC, dapat segera mengambil langkah dan tindakan. Sebelumnya, harga minyak mentah sempat menguat setelah Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan pihaknya siap memajukan jadwal pertemuan OPEC dan sekutunya dari Maret menjadi Februari. Langkah ini bertujuan mengantisipasi kemungkinan terpukulnya permintaan minyak global akibat virus corona. Pertemuan awal direncakan tejadi pada hari ini tanggal 4 Februari 2020.
Perlu diketahui bawah China adalah importir minyak terbesar di dunia, setelah melampaui Amerika Serikat pada tahun 2016, sehingga setiap perubahan konsumsi memiliki dampak yang sangat besar pada pasar energi global. Negeri Tirai Bambu diketahui mengonsumsi sekitar 14 juta barel per hari atau setara dengan kebutuhan gabungan Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Inggris, Jepang, dan Korea Selatan.
Sumber :
https://www.cnbcindonesia.com/market-data/commodities
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4168819/gara-gara-virus-corona-harga-minyak-dunia-jatuh